
Nganjuk Warta Global Jatim.id
Gelombang kritik terhadap pelayanan RSUD Kertosono semakin menguat setelah unggahan berisi keluhan warga viral di grup Facebook CeKerS (Cerita Kertosono dan Sekitarnya). Postingan itu memicu ratusan komentar dari masyarakat yang mengaku mengalami pelayanan kurang baik di rumah sakit milik pemerintah daerah tersebut.

Unggahan pertama diposting pada 27 April 2024 oleh warganet bernama Ardino Ay. Dalam tulisannya, ia menyoroti sikap perawat yang dinilai bersikap marah saat pasien bertanya terkait keluhan sakit. Ia juga menyinggung dugaan permintaan uang BPJS kepada anak pasien berusia 13 tahun tanpa sepengetahuan orang tuanya yang sedang dirawat.
Postingan ini langsung viral, mengumpulkan lebih dari 500 likes, 374 komentar, dan puluhan testimoni lanjutan dari warga Kertosono dan sekitarnya.
Dalam kolom komentar, muncul berbagai pengalaman pribadi dari warga yang pernah menggunakan layanan RSUD Kertosono. Salah satunya dari akun Rafardhan AG, yang menceritakan pengalaman membawa ayahnya yang sesak dan nyeri dada ke IGD.
Menurutnya, penanganan medis berjalan lambat dan permintaan untuk menginfus ayahnya sempat ditolak hingga terjadi perdebatan dengan perawat. Pasien akhirnya diminta rawat jalan meski masih merasakan sakit hebat.
Keluhan serupa datang dari warga lain yang menilai standar pelayanan di RSUD Kertosono masih jauh dari memuaskan. Banyak di antara mereka menyebut lebih memilih berobat ke Kediri karena merasa mendapat perlakuan lebih layak.
Menanggapi viralnya keluhan masyarakat, Ketua LSM Forum Aspirasi dan Advokasi Masyarakat (FAAM), Achmad Ulinuha, di bascamp FAAM memberikan pernyataan tegas. Pihaknya menilai bahwa keluhan massif seperti ini tidak boleh dianggap angin lalu oleh manajemen rumah sakit ataupun pemerintah daerah.
Menurutnya, pelayanan kesehatan merupakan kewajiban negara sebagaimana diatur dalam Pasal 28H UUD 1945, yang menjamin setiap warga negara berhak memperoleh layanan kesehatan yang baik tanpa diskriminasi.
Ulinuha menegaskan bahwa rumah sakit daerah memiliki kewajiban untuk menjalankan Standar Pelayanan Minimal (SPM) sektor kesehatan sesuai Permenkes Nomor 4 Tahun 2019.
“Ketika IGD lambat menangani pasien gawat darurat atau komunikasi perawat tidak humanis, itu bukan hanya persoalan etika, tapi indikasi pelanggaran SPM kesehatan. RSUD tidak bisa bekerja seenaknya karena mereka menggunakan uang rakyat,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa tenaga kesehatan diatur oleh UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, yang mewajibkan tenaga kesehatan memberikan pelayanan berdasarkan etika, profesionalisme, dan keselamatan pasien.
“Perawat atau tenaga kesehatan yang marah-marah kepada pasien jelas bertentangan dengan kode etik profesi. Rumah sakit wajib melakukan pembinaan, bahkan evaluasi bila perlu,” ujarnya.
Terkait dugaan permintaan uang BPJS kepada anak berusia 13 tahun, Ulinuha menyebut hal itu harus ditelusuri serius.
Menurut Peraturan BPJS dan Permenkes terkait klaim JKN, rumah sakit dilarang meminta biaya yang seharusnya ditanggung BPJS, kecuali layanan tambahan atau kelas yang dipilih sendiri secara sadar oleh pasien.
“Permintaan uang jutaan rupiah kepada anak tanpa sepengetahuan orang tua adalah persoalan serius. Rumah sakit wajib mengklarifikasi secara transparan. Bila ada pungutan di luar ketentuan, itu kategori maladministrasi,” jelasnya.
Melihat banyaknya keluhan publik, FAAM menilai sudah saatnya pemerintah daerah turun tangan.
“Kami mendesak Bupati Nganjuk, Dinas Kesehatan, dan manajemen RSUD Kertosono melakukan evaluasi menyeluruh. Ini bukan satu dua kasus, tetapi pola keluhan yang terus berulang. Artinya ada masalah sistemik,” pungkasnya.(Tomo)


.jpg)