
Jarim.wartaglobal.id | Pada Selasa (23/12/2025), Pengadilan Negeri (PN) Malang resmi menerima gugatan class action dari warga Perumahan Griyashanta. Kemenangan awal ini memperkuat posisi ribuan penghuni yang menolak pembukaan jalan tembus yang merusak tembok sengketa, di mana warga bersatu melawan pelanggaran hak secara kolektif melalui proses hukum yang memenuhi syarat formal.
Keputusan penerimaan gugatan dibacakan Ketua Majelis Hakim, Achmad Soberi, S.H., M.H, dalam sidang dismissal process yang berlangsung di PN Malang. Sidang hari itu bertujuan memverifikasi kelayakan gugatan untuk lanjut ke pokok perkara, dengan hadir puluhan warga Griyashanta yang mengikuti proses secara langsung.
Majelis hakim menilai gugatan memenuhi syarat formal class action sesuai Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002. Hal ini menjadi langkah krusial yang memberdayakan warga untuk mewakili seluruh kelompok terdampak, sehingga suara masyarakat menjadi lebih kuat dan terdidengar di pengadilan.
Andi Rachmanto, S.H., kuasa hukum warga, menekankan bahwa penerimaan gugatan bukan hanya formalitas, melainkan penguatan hak warga. "Ini hasil awal yang positif, memungkinkan perwakilan warga mewakili seluruh kelompok terdampak. Class action ini memperkuat suara masyarakat agar lebih didengar di pengadilan," ujarnya usai sidang.
Perkara ini mendapat perhatian tinggi dari Ketua PN Malang, Dr. H. Akhmad Fijiarsyah Joko Sutrisno, S.H., M.H, yang akan bertindak sebagai mediator pada 6 Januari 2026. "Perhatian ini menunjukkan betapa class action bisa menjadi alat efektif bagi warga biasa untuk menantang keputusan yang merugikan," tambah Andi.
Penggugat berencana merevisi gugatan secara terbatas, hanya untuk perbaikan referensi dan redaksi tanpa mengubah inti tuntutan. Revisi ini merespons penjebolan tembok yang terjadi di tengah proses hukum, yang dinilai melemahkan prinsip keadilan dan merupakan bentuk main hakim sendiri.
Andi mengungkapkan kecewa dengan pembongkaran tembok oleh pihak tak dikenal, padahal Satpol PP telah menghormati proses hukum dengan menghentikan langkahnya. Kasus pembongkaran ini juga dilaporkan pidana ke Polresta Malang Kota, sehingga dibuat pendekatan ganda untuk mencapai keadilan.
Menurut Andi, anggapan bahwa warga Griyashanta tidak berhak membuat laporan tidak berdasarkan hukum. Jika obyek yang dibongkar merupakan fasilitas umum dan ada yang merusak, siapapun punya legal standing sebagai pengadu atas nama kepentingan umum. "Ini berbahaya bagi negara hukum, sehingga harusnya aparat hukum segera bertindak," tegasnya.
Humas PN Malang, Yoedi Anugrah Pratama, S.H., M.H, membenarkan perkara ini jadi sorotan publik karena memperkuat akses warga ke keadilan, yang selanjutnya akan lanjut ke tahap pembacaan gugatan, jawaban, pembuktian, hingga putusan. Keputusan penerimaan gugatan ini diharapkan jadi preseden bagi kasus serupa, di mana class action memberi kekuatan lebih bagi warga dalam menghadapi sengketa besar.[fer]


.jpg)