NGANJUK WARTA GLOBAL JATIM.id
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) adalah program pemerintah untuk mendaftarkan tanah untuk pertama kalinya secara serentak di seluruh wilayah Indonesia. Program ini bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan hak atas tanah kepada masyarakat. Adapun biaya PTSL tertera dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri (Menteri ATR/BPN, Mendagri, dan Menteri PDTT).
Namun kenyataannya masih banyak kita temui praktek di lapangan tentang pelaksanaan Program PTSL yang menabrak SKB 3 menteri, Contoh biaya PTSL di Trayang sebesar Rp 700, dengan dalih "Itu sebuah hasil kesepakatan dari pokmas" Selasa 14 /01/2024 saat Warta Global Jatim di desa Trayang menemui dari beberapa Nara sumber."Saya bingung SKB 3 menteri menetapkan biaya PTSL untuk daerah Jawa Rp 150 , tapi mengapa kenyataanya biayanya melebihi Ketetapan SKB 3 menteri hingga menjadi Rp 700" Ujar SK salah seorang warga desa trayang yang enggan disebutkan namanya.
Landasan hukum pelaksanaan PTSL yang tidak sinkron antara SKB 3 menteri dengan Perbub Nganjuk nomer 25 tahun 2019 hal ini berpotensi menimbulkan multitafsir dan kebingungan pelaksana dan masyarakat yang di bawah.
Dalam hal ini akhirnya SKB 3 Menteri yang menentukan biaya Rp 150 ribu tidak berlaku di hampir semua desa. “Akhirnya panitia PTSL menggunakan Peraturan Bupati (Perbup) yang digunakan sebagai pijakan pelaksanaan yaitu, kesepatan warga," pungkasnya.
Yang menjadi sebuah pertanyaan adalah apakah kesepakatan POKMAS itu sebuah produk hukum yang di hasilkan oleh hukum di atasnya?", "atau sebaliknya!"
Ataukah ini mengacu kepada Perbub kab Nganjuk no 25 tahun 2019,hal ini menimbulkan multitafsir di kalangan masyarakat umum .
Pelaksana program PTSL. Musyawarah Pokmas dalam menentukan biaya yang berlandaskan kebijakan atau peraturan perundangan undangan yang kontradiktif di jadikan dalih pembenaran oleh Panitia Pokmas .
Di mana secara umum kita ketahui urut urutan tentang hirarki Perundangan undangan d Indonesia adalah sebagai berikut ;
1,Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);
3.Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
Peraturan Pemerintah;
4.Peraturan Presiden;
5.Peraturan Daerah Provinsi; dan
6.Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat diketahui bahwa hierarki peraturan perundang-undangan di indonesia yang paling tinggi adalah UUD 1945. Kemudian, penting untuk diketahui bahwa kekuatan hukum peraturan perundang-undangan yang disebutkan berlaku sesuai dengan hierarkinya dan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
Secara eksplisit memang tidak ada dikatakan bahwa Surat Keputusan Bersama (“SKB”) dalam Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011 ataupun dalam Pasal 8 ayat (1) UU 12/2011. Namun peraturan lain yang tidak disebutkan dalam kedua pasal diatas diperjelas lagi dalam Pasal 8 ayat (2) UU 12/2011 yang menyatakan:
Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Dalam hal Surat Keputusan Bersama Menteri, aturan ini merupakan salah satu bentuk peraturan sebagaimana dinyatakan Pasal 8 ayat (1) UU 12/2011 yang dibentuk oleh dua atau lebih kementerian untuk mengatur hal yang sama namun sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing kementerian dalam menjalankan urusan dalam pemerintahan. Salah satu contohnya; adalah SKB) tiga menteri, yakni menteri agraria dan tata ruang, menteri dalam negeri, serta menteri desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi, nomor 25/SKB/2017, nomor 590-3167A/2017, nomor 34/2017 tentang pembiayaan PTSL. Dalam hal ini kedudukan SKB 3 menteri adalah peraturan yang yang di buat dari pruduk perundang undang diatasnya, yang sifatnya kongkrit dan mengikat. Reporter SIS.
KALI DIBACA