Nganjuk Warta Global Jatim.id
Mei adalah bulan perjuangan buruh. Di tahun ini, Pemerintah Kabupaten Nganjuk menyuarakan niat mulia: mengusulkan Marsinah, buruh perempuan yang dibunuh karena membela hak pekerja, menjadi pahlawan nasional. Sebuah langkah simbolik yang layak diapresiasi.
Namun, langkah simbolik itu terasa hampa ketika di saat yang sama, seorang pekerja muda dari Nganjuk sendiri, Muhammad Randi, justru mengalami perlakuan yang mencederai semangat perjuangan Marsinah. Randi, pemuda asal Desa Babadan, Patianrowo, bekerja sebagai kasir di Apotek Sumber Anom dengan gaji hanya Rp 775 ribu per bulan—jauh di bawah Upah Minimum Kabupaten. Saat menolak melanjutkan kontrak karena upah tidak layak, ia tidak hanya tidak dibayar untuk bulan terakhir, tapi juga ijazahnya ditahan, dan ia dikenai denda tanpa proses hukum yang sah.
Pertanyaannya: apakah Marsinah memperjuangkan hal seperti ini? Apakah penindasan model baru, yang dikemas dalam kemasan formalitas kontrak, pantas terjadi di tanah kelahiran perjuangan buruh?
Sebagai Ketua LSM Faam DPC Nganjuk, saya menilai ini bukan sekadar pelanggaran norma, tetapi bentuk nyata dari penghinaan terhadap cita-cita keadilan sosial yang diperjuangkan para buruh sejak puluhan tahun lalu. Menjadikan Marsinah pahlawan, tapi membiarkan pekerja muda seperti Randi diperlakukan semena-mena, sama saja dengan membungkus kebusukan dengan bendera perjuangan.
Penahanan ijazah, upah di bawah UMK, dan tuduhan sepihak tanpa dasar hukum adalah praktik kekerasan struktural dalam bentuk yang lebih halus, tapi sama kejamnya. Ketika negara diam, maka pengusaha merasa berhak melakukan apa saja. Ini bentuk pengkhianatan terhadap semangat Hari Buruh itu sendiri.
Wajib hukumnya Pemkab Nganjuk dan Dinas Tenaga Kerja segera menindak Apotek Sumber Anom. Penahanan ijazah adalah pelanggaran hukum. Tak ada kompromi.
PEMKAB Nganjuk harus berani mereformasi diri,pengawasan ketenagakerjaan di daerah. Pengusaha-pengusaha yang melanggar aturan harus diaudit dan diberi sanksi.
Jika tidak ingin di tuduh Hari Buruh sekadar seremoni. Wujudkan Perlindungan konkret bagi pekerja, terutama pekerja muda, harus dijadikan prioritas.
Randi bukan satu-satunya, tapi ia adalah simbol penting. Di tubuhnya, luka lama buruh masih hidup. Kalau hari ini kita memperingati Marsinah sebagai pahlawan, maka kita wajib menolak semua bentuk ketidakadilan yang ia lawan. Jika tidak, maka kita sedang mengkhianati perjuangannya dengan cara paling halus: berpura-pura peduli sambil tetap membiarkan penindasan terjadi.
Sumber Oleh: Achmad, Ketua LSM Faam DPC Nganjuk.
editor Tomo
KALI DIBACA